Inilah Sejarah Alat Musik Tradisional Angklung dan Cara Memainkannya
Sumber gambar: kebudayaan.kemdikbud.go.id |
Angklung adalah salah satu alat musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu. Biasanya bambu yang digunakan untuk membuat angklung adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen).
Alat musik ini dikenal berasal dari tanah Sunda yaitu Jawa Barat dan terdiri dari dua, tiga, atau empat bambu yang memiliki susunan dua, tiga, dan empat nada.
Ketahui sejarah alat musik angklung dan cara memainkannya dengan membaca artikel ini hingga akhir, disadur dari situs https://www.jaded-sun.com.
Asal-Usul Angklung
Nama angklung sendiri diyakini berasal dari kata dalam bahasa Sunda, yaitu “angka” yang berarti nada, dan “lung” yang berarti rusak.
Secara harfiah, angklung berarti “nada yang tidak lengkap” karena suara yang dihasilkan bergantung pada getaran tabung bambu yang dimainkan secara bersamaan.
Sejarah Awal Angklung
Angklung mulanya digunakan dalam upacara tradisional masyarakat Sunda untuk memohon kesuburan tanah dan panen yang melimpah.
Alat musik tradisional ini dimainkan sebagai bagian dari ritual penghormatan kepada dewi kesuburan, yaitu Dewi Sri yang dipercaya oleh masyarakat tradisional Sunda.
Suara angklung diyakini dapat memanggil roh-roh baik untuk mendatangkan berkah.
Pada masa kerajaan Sunda, angklung juga kerap dimainkan sebagai hiburan dalam acara istana atau ritual keagamaan.
Selain itu, angklung juga digunakan sebagai alat komunikasi, terutama untuk memobilisasi masyarakat dalam situasi tertentu.
Perkembangan Angklung
Sejarah alat musik angklung dapat dibagi ke dalam dua fase, masa kolonial Belanda dan era modern.
Masa Kolonial Belanda
Selama masa penjajahan oleh Belanda, popularitas angklung sempat menurun karena pemerintah kolonial melarang penggunaannya dalam upacara adat.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi semangat perlawanan masyarakat terhadap penjajah.
Meski demikian, tradisi angklung tetap bertahan di beberapa daerah pedesaan.
Era Modern
Pada awal abad ke-20, angklung kembali mendapatkan popularitas berkat usaha seorang seniman asal Jawa Barat, Daeng Soetigna.
Daeng Soetigna memperkenalkan angklung yang dapat dimainkan dalam tangga nada diatonis sehingga alat musik ini dapat digunakan untuk memainkan berbagai jenis musik modern.
Inovasi ini dikenal sebagai “Angklung Daeng Soetigna” dan menjadi tonggak penting dalam perkembangan alat musik tradisional tersebut.
Pada 1966, seorang seniman bernama Udjo Ngalagena mendirikan Saung Angklung Udjo di Bandung.
Tempat ini menjadi pusat pelestarian dan pengajaran angklung, yang sampai saat ini menjadi destinasi wisata budaya populer.
Angklung di Kancah Internasional
Sumber: kuningankab.go.id |
Melansir dari situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, angklung sudah tercatat sebagai warisan budaya oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Pengakuan ini makin mengukuhkan angklung sebagai simbol kebanggaan bangsa Indonesia.
Angklung kian tersohor karena sering dipertunjukkan dalam berbagai acara internasional, seperti festival budaya, konser musik dunia, dan acara kenegaraan.
Selain itu, terdapat komunitas angklung di luar negeri yang aktif memainkan alat musik ini sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya Indonesia.
Cara Memainkan Angklung
Berbeda dengan alat musik tradisional lain yang cara memainkannya dipukul atau ditiup, angklung dimainkan dengan cara digetarkan atau digoyangkan sehingga menghasilkan suara dari getaran udara.
Setiap angklung menghasilkan satu nada tertentu sehingga diperlukan kerja sama beberapa pemain untuk menghasilkan melodi yang harmonis.
Permainan angklung sering melibatkan banyak orang, menjadikannya alat musik yang mengajarkan kerja sama dan kebersamaan.
Angklung dapat digunakan untuk memainkan berbagai jenis musik, mulai dari lagu tradisional hingga komposisi modern.
Itulah ulasan mengenai sejarah angklung dan cara memainkannya. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai angklung, tentu Anda harus membaca dari berbagai sumber lainnya. Semoga bermanfaat.