Merenungkan Nilai Mahal Seorang Penulis
Sumber Gambar: Instagram Siva Dwi Harum (@sivadwh) |
Suatu hari, seorang teman pernah berkata, yang mahal dari seorang penulis adalah pemahaman atas apa yang ia tulis.
Waktu itu saya tidak memikirkannya terlalu dalam. Atau mungkin memikirkannya, tapi tidak punya cukup waktu untuk merenungkannya.
Bukankah kamu juga pernah mengalaminya? Yakni, ketika seseorang mengatakan sesuatu kepadamu, lalu kamu baru bisa “mencerna” kalimat yang ia ucapkan setelah beberapa waktu berselang?
Mungkin ketika kamu tiba di rumah, atau ketika sedang melamun di halaman rumah, atau ketika bersiap tidur di malam hari.
Kira-kira begitulah persisnya kalimat dari seorang teman yang baru bisa saya “cerna” malam ini.
"Yang mahal dari seorang penulis adalah pemahaman atas apa yang ia tulis."
Alasannya
Kalau kita mau merenungkannya, mungkin kita akan sepakat dengan ucapan teman saya tersebut. Pasalnya, untuk bisa mencapai suatu pemahaman itu tidak mudah. Butuh effort yang tidak sedikit, mulai dari waktu, tenaga, tidak jarang juga biaya.
Dan itu semua tentu saja: tidak murah.
Sebagai contoh, tulisan ini. Mungkin kamu yang membacanya menilai tulisan ini sepintas lalu saja. Namun, kalau saya tantang kamu untuk membuat tulisan yang serupa, mungkin kamu juga belum bisa membuatnya.
Itu artinya, pemahaman adalah hal yang tidak dimiliki semua orang saat membuat tulisan. Konsekuensi logis dari tidak semua orang bisa melakukan atau sedikit yang menguasainya adalah: bernilai mahal.
Itu baru dari segi pemahaman, belum dari sisi menuangkannya ke dalam tulisan. Bukankah banyak orang yang memahami sesuatu tetapi kesulitan ketika menuangkannya ke dalam tulisan?
Dalam hal ini, kemampuan merangkai kata-kata, kemampuan menjaga logika tetap pada jalurnya, dan bahkan kemampuan storytelling juga perlu diperhitungkan.
Kalau begitu, sekarang statusnya berubah menjadi: bernilai mahal pangkat dua.
Oh ya, satu lagi yang hampir terlewat. Biaya operasional yang perlu dikeluarkan untuk itu, seperti buku-buku, secangkir kopi di coffee shop, dan ongkos jalan ke kedai kopi terdekat. Ini juga harus dihitung terpisah dari ‘bernilai mahal pangkat dua tadi’, ya.
Kedalaman Batin Seseorang
Sumber Gambar: Screenshot dari Instagram @sivadwh |
Belum lama ini, saya membeli buku Joko Pinurbo berjudul Surat Kopi. Buku ini merupakan kumpulan sajak-sajak Jokpin selama periode 2012-2014.
Terus terang, Surat Kopi adalah buku pertama yang membuat saya jatuh cinta pada puisi. Sebelumnya saya tidak terlalu minat dengan puisi bahkan memandangnya sebelah mata.
“Tulisan gitu doang”
“melow-melow banget ya”
"Gak nangkep gagasannya"
dan sejumlah penilaian negatif lainnya.
Namun, mata saya terbuka ketika membaca bait demi bait puisi Jokpin. Menurut saya, tulisan Jokpin tidak hanya sekadar kata-kata singkat, tetapi ada ruh di dalam tulisannya.
Jokpin tidak berusaha mengesankan pembacanya, melainkan mengekspresikan apa yang ia rasakan ke dalam sebuah tulisan. Puisi hanyalah medium dari ekspresi jiwanya.
Coba baca bait beberapa puisi Jokpin berikut ini:
Dulu saya belajar menulis
di bawah lampu teplok
Lampu teplok itu sampai sekarang
masih menyala di mata saya
"Lampu", dalam Surat Kopi.
Baca satu lagi bait puisinya:
Dalam naungan hujan yang manis
ia mabuk menulis
ditemani dingin dan kopi
dan rezeki yang tak pasti
"Mabuk Manis", dalam Surat Kopi
Apakah kamu merasakan kehangatan setelah membaca dua buah karya Jokpin di atas? Dari sana, kita bisa melihat bahwa Jokpin tidak berpatok pada rima. Kalau belakangnya i berarti harus i lagi.
Apa yang Jokpin tulis adalah kedalaman batinnya.
Lalu, apa yang ingin saya sampaikan?
Dari ulasan singkat mengenai puisi Jokpin di atas, saya ingin menyampaikan bahwa yang mahal dari seorang penulis bukan hanya tentang pemahaman atas apa yang ia tulis.
Tetapi juga kedalaman batin penulisnya.
Tulisan yang pendek-pendek, bukan berarti lebih mudah membuatnya ketimbang tulisan yang panjang.
Jika ada kedalaman batin di sana, ada ekspresi jiwa, ada otentisitas, maka tulisan itu (walaupun singat) juga bernilai mahal. Sebab, kedalaman batin setiap orang berbeda-beda.
Hal ini juga berlaku dengan tulisan copy yang sering kali singkat-singkat. Ada teknik, anatomi, dan persona yang meski dikuasai penulisnya untuk bisa membuat tulisan copy yang memikat.
Yang mana itu semua perlu latihan dan butuh investasi waktu dan uang yang tidak sedikit.
Jadi, itulah inti dari tulisan ini. Singkat kata, yang ingin saya coba sampaikan dalam tulisan ini adalah kedua hal tadi.
Yang mahal dari seorang penulis, hemat saya, adalah pemahaman atas apa yang ia tulis dan kedalaman batin saat menulisnya.
Adakah hal lain yang mungkin terlewat dalam tulisan ini?
Posting Komentar untuk "Merenungkan Nilai Mahal Seorang Penulis"
Posting Komentar